PENULIS : FIAN RAINBOW
Novel ini mengisahkan Kisah Antara Rico, Ciko dan Camar. Rico yang sudah lama menaruh hati pada Camar mendapat kesempatan menegnalnya lebih dekat setelah mereka bertabrakan saat hendak menaiki angkot yang sama. sebagai sahabat Rico, Ciko membantu Rico agar bisa menjadi kekasih Camar, namun ada yang tidak diketahui Rico bahwa selama ini Ciko menaruh hati padanya.........
SATU
Sambil berlari kecil Camar mengejar angkot yang baru saja berlalu dihadapannya, saking terburu-burunya iapun bertubrukan dengan lelaki setengah gondrong yang saat itu hendak naik ke angkot tersebut. Camar terperanjat kaget tapi melihat lelaki tersebut tersenyum Camarpun ikut tersenyum “Maaf” ucapnya lirih.
Sambil berlari kecil Camar mengejar angkot yang baru saja berlalu dihadapannya, saking terburu-burunya iapun bertubrukan dengan lelaki setengah gondrong yang saat itu hendak naik ke angkot tersebut. Camar terperanjat kaget tapi melihat lelaki tersebut tersenyum Camarpun ikut tersenyum “Maaf” ucapnya lirih.
“Saya yang seharusnya minta maaf” lelaki tersebut menimpali.
Detik berikutnya mereka telah berada dalam angkot yang sama. Suasana hening, hanya alunan musik membahana sebagai penghibur para penumpang yang sesak dalam angkot. Sesekali sigondrong melirik Camar yang kebetulan duduk di sampingnya, yang dilirik hanya cuek.
Satu persatu penumpang mulai turun, tinggallah Camar dan lelaki gondrong beserta ibu setengah baya. “Mau turun di mana ?” sigondrong memberanikan diri mengawali pembicaraan. Camar hanya diam, entah pura-pura cuek atau mungkin tak tahu kalau pertanyaan itu ditujukan padanya. Yang bertanya garuk-garuk kepala “Sialan.. cuek banget nih cewek” batinnya. “Hm maaf punya uang kecil, soalnya aku kehabisan untuk membayar angkot ini” ucapnya lagi seraya mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan. Camar menggeleng masih dengan sikap cueknya.
“Kalau begitu bolehkah aku pinjam duitnya lima ribu rupiah insyaallah nanti dikembalikan” lelaki tersebut memelas.
Kali ini Camar tersenyum, dibuka dompetnya dan dikeluarkannya selembar uang lima ribuan lalu diberikan kepada lelaki itu. Namun seperti tadi tak sepatah katapun terlontar dari lisannya.
“Terima kasih” sigondrong mengambil uang dari tangan Camar. “Oh iya kalau boleh tahu kamu tinggal dimana ?”
“Memangnya kenapa ?” akhirnya Camar bersuara.
“Cuma nanya, kalau mau balikin uang kamu gimana ?”
“Tak usah dikembalikan, saya ikhlas kok !”
“Tak boleh seperti itu, bagaimanapun juga ini adalah utang yang harus aku bayar !”
Sekali lagi Camar tersenyum, “Jujur juga nih cowok,” batinnya. Dilirik lelaki di sampingnya yang menurut penilaiannya lumayan tampan, hidungnya mancung serta alisnya yang tebal belum lagi tatapan matanya.
“Kok melihat aku seperti itu ?” sigondrong salah tingkah.
“Memangnya nggak boleh ?”
“Ya boleh-boleh aja sih, tapi.. eh ngomong-ngomong dari tadi kita belum kenalan” lelaki tersebut mengulurkan tangannya dan disambut oleh Camar. “Rico” ucap sigondrong lantang.
“Camar” ucap Camar ramah, “Eh kiri depan pak sopir..!” serunya tiba-tiba.
Angkotpun menepi, buru-buru Camar turun setelah membayar angkot tersebut. Sekilas dilayangkan senyumnya ke arah Rico dan wanita setengah baya tadi. “Mbok aku duluan ya!’
Wanita tadi membungkuk “Iya non” jawabnya.
“Eh sampai lupa alamat kamu dimana ?” sigondrong yang mengaku bernama Rico nyelutuk.
“Jalan Gelatik Raya Nomor 16” sahut Camar seraya beranjak meninggalkan angkot tersebut.
Angkotpun kembali melaju di dalamnya tinggal Rico dan ibu setengah baya tadi. Tak hentinya Rico tersenyum nyengir, senyum kemenangan. Sebenarnya di sakunya saat itu masih tesisa uang kecil lima ribu perak, diraba saku celananya lalu dikibas-kibaskan uang itu. Ibu setengah baya tak hentinya memandangi Rico. Menurut penilaiannya mungkin lelaki itu kurang waras, yang dilirik tetap saja cuek yang ada dalam benaknya saat itu hanya bayangan Camar, ya Camar seorang.
Musik terus mengalun seirama laju angkot yang terus berpacu selaju pikiran Rico yang berkelana.